Tuntutan Pengembalian Tanah Eks-HGU: Masyarakat Adat, Kesultanan Deli, dan Petani Desak Negara Hentikan Konsesi Ilegal di Atas Tanah Ulayat

NASIONAL

Prowan

Advertisement


 


 

Tuntutan Pengembalian Tanah Eks-HGU: Masyarakat Adat, Kesultanan Deli, dan Petani Desak Negara Hentikan Konsesi Ilegal di Atas Tanah Ulayat

JON
Rabu, 21 Mei 2025


Medan, 21 Mei 2025 — Ketidakpastian hukum dan maraknya penguasaan tanah eks-HGU oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan anak-anak usahanya memicu gelombang protes dari berbagai kelompok masyarakat. Petani, masyarakat adat, dan pewaris Kesultanan Deli menuntut pengembalian tanah ulayat dan tanah asal-usul yang secara historis dimiliki dan dikelola sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).





Dalam pernyataan publik yang disampaikan oleh perwakilan masyarakat adat, kelompok tani, serta ahli hukum agraria, mereka menegaskan bahwa penguasaan dan pemanfaatan tanah eks-HGU oleh PTPN pasca-berakhirnya izin HGU adalah tindakan tanpa dasar hukum yang sah, melanggar prinsip keadilan agraria, dan mengabaikan hak-hak masyarakat hukum adat.






Landasan Hukum Tuntutan Pengembalian Tanah:
UUPA No. 5 Tahun 1960 (Undang-Undang Pokok Agraria)
Pasal 3 menyatakan bahwa:
“Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 1 dan 2, pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa hingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara...”
Artinya, hak ulayat masih diakui dan wajib dihormati.

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012
Menegaskan bahwa hutan adat bukan lagi hutan negara, sehingga tanah adat yang dikuasai tanpa persetujuan masyarakat adalah bentuk perampasan hak.

Konstitusi RI Pasal 18B ayat (2):
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya...”

Agenda Reforma Agraria (Perpres No. 86 Tahun 2018):
Reforma agraria bukan hanya redistribusi lahan, tetapi juga pengakuan hak masyarakat adat dan pengembalian tanah asal-usul, termasuk tanah yang dahulu dimiliki oleh Kesultanan atau kerajaan lokal.




Tuntutan Masyarakat: Kembalikan Tanah ke Pemilik Asal



Warnoto, Ketua Kelompok Tani Bulu Cina, menyampaikan:


"Sudah cukup PTPN menguasai tanah-tanah yang bukan milik mereka. Tanah ini warisan leluhur kami, tanah adat, dan tanah ulayat. Negara tidak boleh tutup mata. Ini bukan sekadar soal tanah, ini soal keadilan sejarah.



Masyrakat Pengiat Tanah Ulayat Deli Tengku budi juga angkat bicara:


"Tanah-tanah yang dijadikan HGU oleh kolonial Belanda merupakan pinjam pakai dari Kesultanan Deli. Setelah kemerdekaan, tidak ada proses pemulangan atau penghormatan terhadap kepemilikan historis kami. Kini saatnya negara mengakui kesalahan sejarah itu."





Desakan Kebijakan dan Tindakan Nyata:
Hentikan semua konsesi dan aktivitas PTPN di atas tanah eks-HGU yang HGU-nya telah habis dan belum diperpanjang secara sah.

Audit nasional terhadap seluruh tanah eks-HGU PTPN, dengan mengutamakan keterlibatan masyarakat adat, kelompok tani, dan ahli sejarah lokal.

Redistribusi tanah eks-HGU kepada pihak yang berhak secara sejarah dan hukum, yaitu masyarakat adat, Kesultanan/kerajaan lokal, serta petani penggarap.

Pengakuan legal dan perlindungan tanah ulayat melalui penguatan Perda, sertifikasi kolektif, dan pendataan tanah adat berbasis partisipatif.











Forum Masyarakat Pendukung Kesultanan Deli (Formas PKD) bersama masyarakat adat dan Kelompok Tani sumatera utara berkomitmen untuk melanjutkan perjuangan ini ke meja hukum, parlemen, dan bahkan forum internasional, jika pengabaian oleh negara terus berlangsung.





"Kami tidak menolak negara, tetapi negara harus menghormati hak asal-usul. Tanah bukan barang dagangan. Ini adalah identitas, warisan, dan sumber hidup kami," tegas T.Chaidir Ketum Formas PKD.

Liputan : Jonni